Powered By Blogger

Friday, October 26, 2012

Story Of Trunyan

 
Untuk mencapai  Desa Trunyan,  kita akan terlebih dahulu melewati obyek wisata penelokan.  Dari ibu kota propinsi Bali akan menempuh jarak kurang lebih 65 km/ dan dari ibu kota bangli akan menempuh jarak 23 km.Dari Penelokan, anda dapat memandang  indahnya danau  Batur.  Terkadang terlihat perahu boat saat melayani wisatawan dalam setiap penyebrangan dari desa Kedisan ke Desa Trunyan.
kita  juga dapat melepaskan pandangan ke alam sekitar melihat panorama  pegunungan dengan hembusan angin yang menyejukkan. 

Sisa –sisa lahar yang membeku dan berwarna hitam yang tersebar merata hampir di seluruh kawasan menjadi suatu daya tarik bagi setiap pengunjung.
Sedangkan rute obyek yang dilalui, menghubungkan wisata Kawasan Batur dengan wisata Tampaksiring dan Pura Besakih. 

Desa Trunyan yang memiliki banyak keunikan terletak di pinggir danau Batur dan dikelilingi tebing bukit. Konon, ada sebuah pohon Taru Menyan yang menebarkan bau sangat harum.  Konon…Bau harum itu mendorong Ratu Gede Pancering jagat untuk mendatangi sumber bau.

Beliau bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit di sekitar pohon cemara landing.  Disanalah kemudian mereka kawin dan disaksikan oleh penduduk desa hutan landung yang sedang berburu. Taru menyan itulah yang telah berubah menjadi seorang dewi yang tidak lain adalah istri dari Ida Ratu pancering jagat.
Sebelum meresmikan pernikahan, Ratu Gede mengajak orang desa cemara landung untuk mendirikan sebuah desa bernama taru menyan yang lama kelamaan menjadi Trunyan. Desa ini tepatnya berada di kecamatan Kintamani, kabupaten bangli.

Trunyan memiliki banyak keunikan dan daya tariknya paling tinggi adalah keunikan dalam memperlakukan jenasah warganya.Tidak seperti umat hindu umumnya di bali yang melangsungkan upacara ngaben untuk pembakaran jenasah di Trunyan, jenasah tidak dibakar melainkan hanya diletakkan di tanah pekuburan.
Justru tengkorak tengkorak itulah yang menjadi daya tarik  trunyan sebagai desa kuno dan dianggap sebagai desa bali aga atau bali asli.Trunyan memiliki tiga tiga jenis kuburan yang menurut tradisi desa trunyan ketiga jenis kuburan itu diklasifikasikan berdasarkan umur orang,  meninggal keutuhan jenasah dan cara penguburan.Kuburan utama adalah yang dianggap paling suci dan paling baik. Jenasah yang dikuburkan hanyalah jenasah yang jasadnya utuh,  tidak cacat dan jenasah yang proses meninggalnya dianggap wajar atau bukan bunuh diri serta kecelakaan.

Kuburan yang kedua disebut kuburan muda yang khusus diperuntukkan bagi bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun tetap dengan syarat jenasah tersebut harus utuh dan tidak cacat.Kuburan yang ketiga disebut setra bantas, khusus untuk jenasah yang cacat dan yang meninggal karena salah pati maupun meninggal karena tidak wajar misalnya kecelakaan dan bunuh diri.Dari ketiga jenis kuburan itu,  yang paling menarik adalah kuburan utama atau setra wayah.
 
Kuburan ini berlokasi sekitar 400 meter di bagian utara desa dan dibatasi oleh tonjolan kaki tabing    bukit.
Sebagian badannya dari bagian dada ke atas dibiarkan terbuka tidak terkubur tanah.  Jenasah tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang terbuat dari sejenis bamboo membentuk semacam kerucut/ yang digunakan untuk memagari jenasah.

Terdapat 7 liang lahat dan jika semua liang lahat sudah penuh dan ada lagi jenasah baru yang akan dikubu  jenasah yang lama dinaikkan dari lubang/ dan jenasah yang baru akan menempati lubang tersebut.
Jenasah lama akan diatur begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika di setra wayah berserakan tengkorak manusia yang yang tidak boleh ditanam maupun dibuang.Keunikan trunyan yang lain adalah peninggalan purbakala . Prasasti trunyan tahun saka 891 masehi menyebutkan keberadaan sebuah pura yang bernama Pura pancering jagat. Di pura ini terdapat bangunan suci meru yang bertumpang tujuh. Di dala meru tersimpan sebuah arca batu megalitik setinggi kurang lebih 4 meter yang oleh masyarakat trunyan sangat disakralkan. 

Arca tersebut dikenal dengan nama Arca da donta.  Tempat berstananyan ratu gede pancering jagat. Meru tumpang tujuh tersebut dianggap sebagai simbol lelaki.  Simbol perempuan ada pada pelinggih Ida Ratu Ayu dalem ping
it berupa meru tumpang tiga yang dilengkapi dengan lambang yang tak dapat diukur dalamnya . Linggih simbol purusa pradana menurut kepercayaan masyarakat trunyan dan orang bali lainnya merupakan simbol kesuburan. Trunyan juga mempunyai keunikan lain yakni,  Tari Barong Brutuk, yang dipercayai penjelmaan dari Ratu Pancering Jagat .